author: elsaif afsa
i take it from message in my facebook
Fatwa Syeikh Sa’id Yang Dinukil Oleh Syeikh Ibnu Mudabighi
Tentang : “Pengertian Wali”.
Di sebut sebagai Auliya’, jama’nya Wali, yaitu orang yang ma’rifat terhadap Allah dan sifat-sifatNya, dengan istiqomah menjalani ketaatan, menjauhi larangan dan berpaling dari bujukan ladzatnya dunia dan syahwat..
Kedua, Fatwa Al-Yuusi yang menjelaskan syarat-syarat seseorang bisa mencapai derajat wali, dengan mengutip pendapat sebagian A’immah mengatakan: “seseorang tidak bisa mencapai derajat wali, kecuali dengan empat syarat :
1. Mengetahui “ushul Ad-din” sehingga bisa membedakan antara pencipta dan makhluk yang diciptakan, juga antara nabi dan orang yang mengaku menjadi nabi.
2. Mengetahui “hukum-hukum Syariat” baik secara “Naql” maupun dalam hal “pemahaman dalil” dengan perumpama -an, seandainya Allah mencabut ilmunya penduduk bumi, niscaya akan bisa ditemukan pada orang tersebut.
3. Mempunyai sifat-sifat terpuji. Seperti; wira’i dan ikhlas dalam setiap amal.
4. Selama-lamanya dalam keadaan “takut” tidak pernah merasa tenang sekejap-pun, karena ia merasa tidak
tahu apakah tergolong orang-orang beruntung ataukah orang-orang celaka..
Bila kita bisa mencapai ke empat syarat di atas, mafhumnya kita juga bisa menjadi kekasih Allah..
Fatwa Ibnu Hajar Al Haitami Tentang Tidak Mungkin Wali itu Seorang Yang Bodoh Dan Ilmu Syariat Hanya Bisa Didapat Dengan Belajar. Ditanyakan kepada beliau, -semoga Allah memberikan manfaat-, tentang : arti ucapan para ulama; bahwa Allah tidak akan menjadikan “wali” yang bodoh dan jika seandainya dijadikan wali pasti diajarkan ilmu kepadanya. Beliau menjawab : pengertian dari maqolah diatas adalah bahwa sesungguh nya Allah itu akan melimpahkan karunia berupa ilham, taufik, pengalaman-pengalaman spiritual dan ilmu kasunyatan kepada wali-walinya, melebihi manusia lainnya, setelah mereka mungukuhkan hukum-hukum dzohir dan amal-amal yang ikhlas. Barang siapa menyandang pangkat kewalian dimana kesempurnaannya tidak mungkin didapat kecuali dengan syarat diatas, maka ia akan memperoleh ilmu-ilmu dan kema’rifatan seperti diterangkan diatas.Dengan demikian allah tidak akan mengangkat wali yang bodoh mengenai hal-hal diatas. Dan seandainya Allah menjadikan atau memberikan derajat kewalian kepada para Auliya, niscaya ia akan diajar (diberi ilham ) pengetahuan-pengetahuan (kema’rifatan-kema’rifatan) sehingga bisa meyamai yang lainnya. Dapat diambil kesimpulan bahwa, yang dimaksud bodoh disini adalah bodoh mengenai ilmu yang langsung diberikan Allah (ilmu laduni) dan pengalaman spiritual yang sempurna, bukan orang yang bodoh mengenai ilmu-ilmu syareat dzohir yang memang wajib dipelajari karena orang yang seperti ini (bodoh ilmu syareat) tidak akan bisa menjadi wali dan selama masih dalam kebodohan tidak akan dikehendaki mendapat pangkat “kewalian”. Namun ketika Allah menghendaki seseorang untuk menjadi wali, niscaya akan diberikan hasrat untuk mau mempelajari ilmu syareat dhohir. Karena yang namanya ilmu syareat tidak bisa diajarkan melalui ilham Dan ketika ia mempelajari ilmu dhohir dan memperkuat amal ibadahnya, maka akan mendapat limpahan ilmu-ilmu ghaib yang tidak bisa didapat dengan usaha dan kesungguhan Dengan keterangan diatas maka bisa diketahui, bahwa sesungguhnya ilmu syareat itu tidak bisa diperoleh kecuali dengan pendidikan yang nyata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar